Langkah Awal Menjadi Apresiator
Karya Prosa Fiksi yang Baik
Oleh
: Rochma Wahyu Sri W.L
122074031/PA
12
Kata
sastra atau kesastraan sudah tidak asing lagi dalam dunia Bahasa Indonesia.
Kalau mendengar kata sastra pasti dalam bayangan anda sudah terbesit kalau
sastra ialah pelajaran yang sulit. Namun sebenarnya sastra tidaklah hal yang
sulit untuuk dipelajari, bahkan sebaliknya, dunia sastra sangat menyenangkan.
Dunia kesastraan dibagi menjadi 3 genre yaitu puisi, prosa fiksi dan drama.
Masing-masing genre memiliki ciri khas tersendiri. Dalam artikel ini penulis akan
membicarakan mengenai apresiasi prosa fiksi yaitu bagaimana cara mengapresiasi
yang baik, ciri khas dari prosa fiksi dan bekal awal untuk menjadi seorang
apresiator yang baik.
Prosa
fiksi berasal dari bahasa inggris fiction yang berarti khayal. Sehingga prosa
fiksi sering disebut prosa naratif yang bersifat imajiner yang ceritannya hanya
rekaan tapi ada juga yang bersifat nyata. Meskipun hanya bersifat rekaan, namun
prosa fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya
dengan lingkungan sesamanya. Karena memang cerita rekaan adalah cerita olahan
pengarang berdasaran pandangan, tafsiran, serta penilaian tentang peristiwa
yang pernah terjadi atau peristiwa yang berlangsung dalam khayalan pengarang
saja.
Prosa
fiksi dalam dunia sastra memiliki ciri khas yang membedakan dari puisi dan
drama. Prosa fiksi dibagi menjadi 2 jenis yaitu novel dan cerpen. Kalau dalam
puisi hanya menonjolkan gaya bahasa dan majas dalam pembuatannya serta darama
yang hanya menonjolkan alur cerita, isi cerita dan karakter tokoh dalam drama.
Namun untuk prosa fiksi dalam pembuatannya harus memperhatikan beberapa aspek,
tidak hanya dalam segi bahasa yang diambil harus benar-benar diperhatikan oleh
pengarang, namun pengarang juga harus mampu mengembangkan imajinasi dengan
luas. Sehingga pembaca prosa fiksi tidak hanya menghubungkan cerita prosa fiksi
dengan dunia nyata Hal itu disebabkan dunia
fiksi yang imajinatif dengan dunia nyata masing-masing memiliki sistem hukumnya
sendiri. Jadi pengarang prosa fiksi tidak hanya mampu bercerita dengan baik
namun mampu mengolah gaya bahasa dengan baik pula dengan demikian kesan
imajinatif lebih mudah menonjol. Hal ini dapat menjadi jalan untuk meningkatkan
minat dan apresiasi mereka terhadap karya sastra, dalam hal ini prosa-fiksi.
Effendi (1973:33) mengungkapkan bahwa apresiasi sastra adalah
kegiatan menggauli karya sastra secara sungguh-sungguh sehingga menumbuhkan
pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan pikiran yang
baik terhadap karya sastra. Dari pendapat itu juga disimpulkan bahwa kegiatan
apresiasi itu sebagai bagian dari hidupnya, sebagai suatu kebutuhan yang mampu
memuaskan rohaniahnya.
Membaca dan memahami, menikmati, menilai sebuah karya sastra
bukanlah sesuatu yang mudah. Setiap pembaca karya sastra baik modern ataupun
klasik, pasti pernah mengalami kesulitan, merasa seakan-akan tidak memahami apa
yang dikatakan ataupun dimaksudkan oleh pengarang. Proses membaca yaitu memberi makna pada sebuah
teks sastra yang kita pilih adalah proses yang memerlukan pengetahuan dan
pemahaman tentang unsur karya sastra. Penumbuhan sikap serius dalam membaca
cipta sastra itu terjadi karena sastra bagaimanapun lahir dari daya kontemplasi
batin pengarang sehingga untuk memahaminya juga membutuhkan pemikiran daya
kontemplatif pembacanya. Dengan demikian sastra sebagai bagian dari karya seni
jika dibaca tidak cukup dipahami lewat analisis kebahasannya tetapi semua yang
terkait dengan teks sastra. Karena memang untuk memahami karya sastra prosa
fiksi diperlukan pembacaan dan penghayatan yang intensif, kemampuan
menganalisis unsur-unsur karya sastra dan menginterprestasikannya secara logis
dan kreatif. Untuk menjadi seorang apresiator yang baik dibutuhkan pula bekal
yang baik pula.
Bekal awal untuk menjadi seorang apresiator itu ada
bermacam-macam.
1.
Bekal Pengetahuan
2.
Bekal Pengalaman
·
Bekal pengalaman hidup
·
Pengalaman menggeluti atau bergaul dengan
karya sastra
3.
Bekal kesiapan diri yang baik pula
Dari
beberapa bekal awal tersebut, bekal yang paling efektif adalah bekal pengetahuan.
Karena bekal pengetahuan adalah bekal yang sangat dasar dan sangat penting. Dengan
adanya bekal pengetahuan yang luas maka seorang apresiator mampu mengapresiasi
prosa fiksi secara mendalam sebab mereka bisa mengetehui karakteristik sastra
dan juga biografi pengarang sastra tersebut. Sehingga apresiator lebih mudah
untuk mengapresiasi karya sastra. Bekal pengetahuan juga mencakup pada bekal
pengalaman, karena seorang apresiator yang memiliki pengetahuan tentang sastra
maka pasti dia memiliki banyak pengalaman menggeluti tentang sastra, baik
pengalaman mereka ketika membaca prosa fiksi ataupun yang lainnya.
Agar
bisa memudahkan apresiator dalam mengapresiasi karya sastra, bisa dilakukan
dengan memakai pendekatan-pendekatan dalam apresiasi prosa fiksi. Pendekatan
prosa fiksi secara garis besar dibagi menjadi 4 yaitu :
1.
Pendekatan Objektif
Pendekatan
obyektif adalah pendekatan yang mendasarkan pada suatu karya sastra. Dengan
pendekatan obyektif ini penelaah melihat karya sastra sebagai produk manusia
atau artifak. Karya sastra, dalam hal ini, merupakan suatu karya yang otonom,
yang dipisahkan dari hal-hal di luar karya itu sendiri. Dengan demikian telaah
karya sastra dengan pendekatan obyektif beranjak dari aspek-aspek atau
unsur-unsur yang langsung membangun karya sastra.
2.
Pendekatan Mimesis
Pendekatan
mimetis adalah pendekatan yang mendasarkan pada hubungan karya sastra dengan
universe (semesta) atau lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi lahirnya
karya sastra itu.
3.
Pendekatan
Genetis
Pendekatan genetis adalah pendekatan yang
memandang prosa fiksi sebagai hasil cipta seorang penulis sastra atau
pengarang. Dalam hal ini seorang apresiator harus mampu mengaitkannya secara
genetis dengan ihwal penulisnya sendiri. Misalnya menegetahui tentang
pendidikannya, lingkungan keluarga, kebiaasaannya, dan cara pandang hidupnya.
4.
Pendekatan
pragmatik
Pendekatan Pragmatik ialah pendekatan yang
memandang karya prosa fiksi tidak semata-mata untuk menghibur para pembacanya
namun juga bermanfaat apabila dihubungkan dengan kehidupan di masyarakat.
Sebenarnya masih banyak pula
pendekatan-pendekatan lainnya, namun ke 4 pendekatan tadi adalah pendekatan
pokok. Untuk bisa mendapatkan pemahaman yang luas dan utuh dalam mengapresiasi,
maka seorang apresiator harus menggunakan keempat pendekatan tadi. Karena
pendekatan tersebut saling mngisi dan melengkapi. Kalau ditanya seberapa
fungsional pendekatan dalam berapresiasi itu sangat fungsional sekali. Bisa
memudahkan apresiator dalam melakukan proses dialog dengan karya prosa fiksi
sesuai dengan tahapan-tahapan yang dikehendaki sang apresiator.
Jadi, untuk menjadi seorang apresiator yang
baik adalah :
1.
Langkah pertama adalah kita harus memiliki
bekal awal untuk menjadi seorang apresiator. Bekal yang dibutuhkan ialah pengetahuan.
Untuk bisa memiliki pengetahuan yang luas dengan karya prosa fiksi maka kita
harus bersahabat dengan prosa fiksi, gemar membaca karya-karya prosa fiksi.
Sehingga dengan banyaknya pengalaman membaca karya prosa fiksi maka kita bisa
memahami lebih jauh tentang karya-karya prosa fiksi.
2.
Langkah
kedua, dalam mengapresiasi prosa fiksi kita harus menggunakan pendekatan prosa
fiksi. Karena sangat fungsional sekalii dalam membantu kita untuk lebih mudah
berdialog dengan karya prosa fiksi. Sehingga apresiasi yang kita buat lebih
jelas maksudnya dan bermanfaat bagi pembaca.
sumber :
Najid,Moh.2009.Mengenal Apresiasi Prosa Fiksi.Subaya.University
Press.
0 komentar:
Posting Komentar